Dari diperjualbelikan hingga sistem dua atap, Hong Kong, Monster yang akan bangun dari tidur panjang pada tahun 2047
Apakah Hong Kong adalah sebuah negara?
Hong Kong adalah sebuah wilayah yang terletak di sebelah timur muara Sungai Mutiara (Zhu Jiang) di pantai selatan Republik Rakyat Tiongkok atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama China. Banyak orang yang berasumsi bahwa Hong Kong adalah bagian administratif yang mewakili negara tirai bambu, namun tidak sedikit juga yang masih beranggapan bahwa Hong Kong ialah sebuah negara. Tentu saja hal itu diakibatkan karena Hong Kong memiliki benderanya sendiri dan telah diizinkan menjalankan kebijakan ekonomi serta politiknya sendiri, terpisah dari Republik Rakyat Tiongkok.
Akan tetapi, walaupun demikian, Hong Kong belum dapat dikategorikan sebagai sebuah negara dalam kacamata Hukum Internasional. Hal tersebut diakibatkan karena Hong Kong tidak memiliki pemerintahan yang berdaulat keluar dan kedalam. Harap-harap memiliki pemerintahan yang berdaulat secara eksternal dan internal, karena telah memiliki dua keistimewaan diatas, Hong Kong masih berada pada bayang-bayang negara adikuasa, Tiongkok.
Hong Kong dan Tiongkok, dua hal yang tidak dapat dipisahkan
Dilansir dari BBC, Hong Kong merupakan wilayah bekas jajahan Inggris. Namun, saat ini telah menjadi wilayah administrasi khusus Pemerintahan Tiongkok sejak 1997. Dalam menjalankan kedaulatannya, Hong Kong diatur berdasarkan prinsip “satu negara, dua sistem”, di mana Tiongkok telah setuju untuk memberikan otonomi ekonomi-politik tingkat tinggi kepada wilayah tersebut.
Namun, pada tahun 2021, Beijing hadir dengan sangat arogan, mengubah sistem pemilu di Hong Kong dengan mengurangi jumlah kursi yang dipilih langsung di Dewan Legislatif. Hal itu kemudian mengharuskan semua kandidat untuk dapat diperiksa dan disetujui terlebih dahulu oleh komite yang ditunjuk Beijing.
Hong Kong diperjualbelikan kepada bangsa bermata biru
Telah kita ketahui bersama, bahwa Inggris merebut Pulau Hong Kong pada tahun 1842 setelah mengalahkan Tiongkok dalam Perang Candu Pertama. Setelah Perang Candu Kedua, Beijing dipaksa menyerahkan Kowloon, kawasan di seberang Hong Kong tahun 1860 kepada koloni Inggris.
Di tahun 1898, untuk menguatkan kontrol di kawasan Asia timur, Inggris menyewa lahan yang sebagian besar berada di sisi utara yang dikenal sebagai New Territories dengan janji akan mengembalikannya kembali ke Tiongkok dalam kurun waktu 99 tahun. Dibawah pendudukan Inggris, Hongkong berkembang dengan sangat cepat, dengan menjadi salah satu pusat kegiatan ekonomi dan keuangan dunia.
Keistimewaan Hong Kong sebagai salah satu kawasan elite di bawah Pemerintahan Inggris, mengakibatkan Hong Kong kemudian menerapkan sistem ekonomi dan politik yang sangat berbeda dengan Tiongkok daratan, yang sejak tahun 1949 berada di bawah kekuasaan Partai Komunis, satu-satunya partai yang dibolehkan berdiri di negara tersebut.
Namun, pada kenikmatan yang dirasakan oleh Hong Kong sebagai salah satu kawasan maju di bawah Pemerintahan Inggris harus pupus, sebab pada 1982, London berencana untuk mengembalikan Hong Kong kepada Tiongkok. Di tahun-tahun setelahnya, London dan Beijing memulai perundingan yang sulit mengenai prosedur dan syarat-syarat pengembalian Hong Kong ke Tiongkok.
Dilansir dari Britannica, melalui perjanjian sewa dengan Tiongkok pada abad ke-19, pulau-pulau dan wilayah daratan yang sekarang dikenal sebagai Hong Kong dulunya berada di bawah kendali Pemerintah Inggris Raya dipindahkan kembali ke Tiongkok pada akhir abad ke-20. Hong Kong berkembang di jalur yang berbeda secara politik dan ekonomi dari wilayah utama Tiongkok. Wilayah Hong Kong, awalnya diserahkan oleh Tiongkok ke Inggris Raya pada 1842, sehingga pulau Hong Kong dan beberapa pulau lainnya disewa Inggris Raya selama 99 tahun, dimulai sejak 1898–1997.
Implikasi berakhirnya masa penyewaan Hong Kong
Tanpa berfikir panjang, Tiongkok setuju untuk memerintah Hong Kong berdasarkan prinsip ‘satu negara, dua sistem’ di mana Hong Kong akan menikmati ‘otonomi luas, kecuali untuk urusan pertahanan dan luar negeri’ selama 50 tahun ke depan.
Sebagai konsekuensi logis atas hal tersebut, kini Hong Kong menjadi Kawasan Administratif Khusus Tiongkok yang bermakna Hong Kong dibiarkan untuk memiliki sistem hukum tersendiri, sistem multipartai, dan sejumlah hak termasuk kebebasan berpendapat dan kebebasan berkumpul, terpisah dari sistem yang notabene berlaku di wilayah Tiongkok daratan.
Untuk menjamin hak-hak khusus tersebut Hong Kong memiliki konstitusi mini, yang disebut Basic Law dengan tujuan utama memilih pemimpin atau kepala eksekutif sesuai dengan ‘prosedur demokratis dan hak pilih universal’.
Pemimpin Hong Kong, biasa disebut sebagai kepala eksekutif, dipilih oleh 1.200 anggota komisi pemilihan dengan mayoritas anggota komisi dinilai pro-Beijing. Lembaga perwakilannya diberi nama Dewan Legislatif atau Legislative Council yang kemudian disingkat LegCo. Setengah anggota badan legislatif dipilih secara langsung sementara sisanya adalah perwakilan yang diangkat dari kalangan profesional atau berasal dari kelompok kepentingan tertentu.
2047, 50 tahun setelah stigma “Wilayah Administrasi Khusus Tiongkok” yang disematkan kepada Hong Kong berakhir
Tahun 2047 akan menjadi titik penting bagi Hong Kong maupun Tiongkok, karena setelah tahun ini Tiongkok tak lagi berkewajiban untuk memberikan otonomi luas kepada Hong Kong, seperti disepakati dengan Inggris sebelum penyerahan dilakukan pada 1982. Sebelum hal tersebut mencuat ke permukaan, terlebih dahulu sudah muncul seruan bagi masyarakat Hong Kong yang meminta agar Hong Kong merdeka, namun tampaknya, pemerintah di Beijing sudah menutup opsi tersebut, dengan tidak membiarkan kemungkinan tersebut terjadi. Arogansi Beijing terhadap permukaan Tiongkok daratan dan etnis dapat dilihat dari konfrontasi sejarah yang selalu dilakukan Tiongkok kepada wilayah-wilayah kecil di sekitarnya, tak terkecuali Taiwan.
Menanggapi hal tersebut, lantas, bagaimana masa depan Hong Kong nantinya?
Ada tiga kemungkinan yang akan terjadi pasca tahun 2047, Kemungkinan pertama, Tiongkok akan menambah otonomi kepada Hong Kong yang dimaksudkan agar masyarakat Hong Kong merasa terbuai dengan perpanjangan masa waktu yang diberikan oleh Tiongkok pasca perjanjian tersebut akan berakhir. Kemungkinan kedua ialah Tiongkok akan mempertahankan beberapa hak khusus saja kepada Hong Kong, hal tersebut dimaksudkan bahwa Tiongkok akan menggunakan otoritas militernya untuk menginvasi Hong Kong apabila permintaan Tiongkok untuk tetap menjadikan Hong Kong sebagai Wilayah Administrasi Khususnya ditentang oleh masyarakat Hong Kong.
Kemungkinan terakhir ialah Hong Kong akan kehilangan status khusus dan menjadi provinsi biasa sama seperti provinsi lainnya di Tiongkok daratan tanpa menikmati otonomi luas. Namun sepertinya, berkaca pada kedaulatan pemerintahan semu yang telah dijalankan di Hong Kong, hal ini akan sangat mustahil untuk diwujudnyatakan.
Hal itu tentu saja berdasar kepada fenomena sosial kini yang memperlihatkan dengan semakin banyaknya warga muda Hong Kong yang sadar dengan hak-hak politik negaranya melalui pemindahtanganan kepada Tiongkok oleh Inggris, sebagian besar analis memperkirakan akan ada pertarungan ketat mengenai masa depan Hong Kong apabila Tiongkok bertindak secara represif.