Filipina dalam Jebakan Mail Order Brides

Hadonia Lazarus Manurung
8 min readOct 9, 2023

--

Sekilas demografi Filipina

Filipina atau Republik Filipina (Republic of The Philippines) merupakan salah satu negara yang berada di dalam kawasan Asia Tenggara. Ibukota negara Filipina adalah Manila. Filipina merupakan negara kepulauan yang memiliki total luas wilayah ± 300.000 km² dengan luas darat 298.170 km2 dan luas perairan 1.830 km2, terdiri dari 7.107 pulau. Pulau terbesar di Filipina adalah Pulau Luzon (di sebelah utara) dan Pulau Mindanau (di sebelah selatan). Mata uang Filipina adalah Peso. Filipina memiliki dua bahasa resmi, yaitu Tagalog dan Inggris. Filipina resmi menjadi negara berdaulat pada tanggal 12 juni 1946 setelah merdeka dari penjajahan Amerika Serikat.

Peta Negara Filipina, sumber : https://images.app.goo.gl/Ah1ji7MhtLiePkdAA

Berdasarkan data statistik tahun 2015, total populasi Filipina adalah sebanyak 100.998.376 juta jiwa, dengan rata-rata angka harapan hidup selama 69 tahun. Hingga tahun 2014, laju pertumbuhan penduduk Filipina adalah 1,61%. Mayoritas penduduk Filipina beragama Katolik, yaitu sebesar 82,9% dari total penduduk, Islam 5%, Kristen 4,5%, yang lain lain 7,6%. Kebebasan beragama dan pemisahan antara gereja dan negara dijamin berdasarkan konstitusi negara Filipina. Menurut International Human Development Index, nilai indeks kesehatan Filipina adalah 0,773 , hal ini menunjukkan tingkat kesehatan secara keseluruhan masih rendah. Jumlah tenaga kerja di Filipina sebanya 40.430.000 juta jiwa. Sebanyak 26,5% dari total populasi Filipina masih berada di bawah garis kemiskinan.

Kenampakan wanita-wanita Filipina, sumber : https://images.app.goo.gl/odZy756v4z9BwsPg7

Sebanyak 35% penduduk Filipina berada dibawah usia 15 tahun, memberikan negara deviden demografi yang signifikan. Populasi penduduk usia kerja di Filipina antara usia 15–64 tahun telah berkembang menjadi 60% dari total populasi. Hal tersebut menyebabkan Filipina memiliki jumlah tenaga kerja yang besar. Sekitar 11 juta warga Filipina bekerja di luar negeri, menghasilkan pengembalian kepada negara sebesar USD 25,1 miliar pada tahun 2013. Jumlah tersebut hampir 10% dari PDB negara.

Kilas balik Hubungan Luar Negeri Filipina

Secara tradisional, Filipina memiliki hubungan yang erat dengan Amerika Serikat. Namun, penutupan pangkalan militer Amerika Serikat di Filipina pada tahun 1991 menyebabakan meningkatnya tekanan pada negara negara tetangganya di Asia. Hubungan dengan Amerika kemudian diperbaharui pada tahun 2004 melalui Visiting Force Agreement, dan latihan bersama “Balikatan” yang memberikan pelatihan kepada pasukan Filipina.

Balikatan, Latihan militer gabungan antara Filipina dengan Amerika Serikat, sumber : https://images.app.goo.gl/m2TSzoD5nGvGjgBaA

Pada masa pemerintahan presiden Arroyo, Filipina memberikan
dukungan yang besar terhadap kegiatan anti-terorisme Amerika Serikat termasuk memberikan akses transit bagi pasukan militer Amerika Serikat. Filipina juga berkontribusi untuk rekonstruksi di Irak paska perang. Masalah internasional yang paling utama yang dihadapi Filipina saat ini adalah terkait perebutan wilayah di Laut Tiongkok Selatan yang melibatkan Tiongkok dan beberapa negara ASEAN lainnya. Sebagai akibatnya, Filipina dan Tiongkok sepakat untuk tidak membiarkan sengketa wilayah mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara. Selain dengan Tiongkok dan Amerika Serikat, Filipina juga menempatkan Jepang, Singapura dan Korea Selatan sebagai tiga negara maju yang ikut berkontribusi dalam perimbangan nilai perekonomian di Filipina.

Mengenal Mail Order Brides lebih dalam

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Human Trafficking atau yang lebih populer dikenal sebagai sindikat perdagangan manusia terbagi atas beberapa bagian yang didasarkan pada motif tindakan, meliputi women trafficking, sex trafficking dan child trafficking, dimana masing-masing bentuknya menempatkan wanita dan anak sebagai kaum lemah dan rentan untuk dipersekusi.

Sekilas Human Trafficking, ilustrasi bersumber dari : https://images.app.goo.gl/EMWsycWKiELN5gKm6

Seiring berjalannya waktu, konsep Human Trafficking mengalami pelebaran makna sebagai sebab akibat dari adanya kebutuhan yang bergerak secara dinamis dalam lapisan sosial masyarakat. Perubahan tersebut salah satunya memunculkan konsep Brides trafficking atau yang lebih populer dikenal sebagai Mail Order Brides yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti pengantin pesanan.

Ragam Human Trafficking, sumber : https://www.unodc.org/unodc/en/human-trafficking/crime.html

Brides trafficking atau Mail Order Brides adalah salah satu kejahatan terorganisir yang menempatkan wanita dan anak-anak perempuan sebagai objek yang kemudian atas nama perkawinan lintas negara akan diperdagangkan, dieskploitasi secara berlebihan, diperbudak, dijual dari satu manusia ke manusia lain serta berpotensi untuk mengalami tindakan bejat lainnya seperti pemerkosaan, perbudakan dan pelecehan seksual.

Sekilas Brides Trafficking, sumber : https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTlf5lHxtpkm1DcKhN3grhZM-mos19ppHkM2Q&usqp=CAU

Merujuk pada konsep diatas, sejatinya Mail Order Brides kebanyakan dipraktikkan oleh pria-pria yang berasal dari negara maju seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan dan Singapura terhadap wanita-wanita dari negara berkembang, umumnya berasal dari Asia tenggara seperti Filipina. Hal tersebut terjadi karena umumnya wanita-wanita di kawasan negara berkembang akan memproyeksikan pria-pria dari negara maju sebagai pria yang mapan, memiliki perekonomian dan pekerjaan yang mumpuni serta ditunjang oleh penampilan yang tampan sebagaimana mereka dapatkan referensi tersebut dari penayangan drama-drama Jepang, China maupun Korea Selatan.

Salah satu korban Mail order brides dari Pakistan, sumber : https://images.app.goo.gl/XKE7LBgAvthHoc7C7

Selain daripada itu, Mail Order Brides juga dapat tercipta dari tiga keadaan. Keadaan pertama ialah perekonomian wanita di negara-negara berkembang. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa perekonomian negara-negara berkembang didominasi oleh pekerja buruh dan pekerja-pekerja dasar seperti petani, nelayan, pedagang dan pekebun yang memiliki pendapatan harian rendah karena bergantung pada pengupahan serta sistem hasil yang diperoleh selama satu hari.

Ibu rumah tangga biasanya mendominasi peran wanita di negara-negara berkembang, sumber : https://images.app.goo.gl/ztXYwnLfSeqdBH5x7

Sistem sosial yang umumnya berkembang di negara-negara berkembang juga memposisikan perempuan sebagai kaum rumahan yang artinya sebagian besar dari mereka hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga, buruh cuci atau pembantu sembari mengurus rumah dan anak-anak mereka.

Sekilas tentang One China Policy, sumber : https://images.app.goo.gl/YHxZcm9ct59B31K19

Keadaan kedua ialah karena adanya kebijakan One Child Policy. Negara-negara maju seperti Tiongkok yang memiliki masalah terhadap kepadatan penduduk mengusulkan untuk diberlakukannya kebijakan One Child Policy yang dinilai dapat membantu untuk menurunkan angka kelahiran yang semakin tidak terkendali di Tiongkok. Walaupun niatan dari kebijakan ini baik, namun tetap saja dilain sisi membawa dampak buruk, utamanya terhadap ketidaksetaraan gender. Kebijakan One Child Policy ini akan menghasilkan dua kemungkinan ketidaksetaraan gender. Kemungkinan pertama ialah populasi pria yang jauh lebih besar dari populasi wanita sedangkan kemungkinan kedua ialah kebalikannya, dimana populasi wanita jauh lebih besar dari populasi pria.

Sekilas ketidaksetaraan gender di Tiongkok, sumber : https://images.app.goo.gl/nrH9VCLseR7sZtyU9

Hal tersebutlah yang membuat Tiongkok berada dalam fase darurat gender selama 10 tahun kebelakang. Alhasil setiap pria di Tiongkok kesulitan untuk menemukan pasangan hidup mereka karena ketidakseimbangan gender atau sedikitnya populasi wanita dibandingkan dengan populasi pria. Hal ini kemudian mendorong pria-pria di Tiongkok untuk menikahi wanita-wanita dari negara asing, umumya negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Standar kecantikan di negara-negara maju turut menyumbang terhadap munculnya konsep Mail order brides, sumber : https://images.app.goo.gl/cNBAUBAPkr3KMpps8

Keadaan ketiga yang turut menyumbang peran terhadap permasalahan Mail Order Brides adalah sebuah fenomena yang menampilkan perbedaan watak signifikan kelompok wanita di suatu negara yang menjadi sangat selektif untuk memilih seorang pria menjadi pasangan hidupnya. Hal ini diakibatkan karena tingginya standar kecantikan serta melejitnya angka biaya hidup yang secara berbarengan akan menimbulkan tingginya tuntutan dan permintaan terhadap tipe-tipe pria idaman seorang wanita.

Sekilas fenomena Marriage broker, sumber : image/jpeg;base64

Ketiga keadaan tadi saling bertubrukan yang mengakibatkan terciptanya sebuah motivasi pria-pria dari negara maju untuk melangsungkan pernikahan dengan wanita-wanita dari negara berkembang. Adapun Mail Order Brides dikonotasikan menjadi negatif atau dipersamakan dengan Brides Trafficking adalah karena adanya perubahan spirit ataupun semangat yang dimiliki oleh biro jodoh (marriage broker) sebagai penghubung antara mempelai pria dan wanita. Mereka melihat sebuah celah yang memungkinkan mereka untuk berbuat demikian karena adanya keuntungan materil yang lebih besar yang akan mereka peroleh dengan mengusung konsep Brides Trafficking.

Mail Order Brides di Filipina

Jika ditelisik dari sejarahnya, Filipina merupakan sebuah negara yang erat kaitannya dengan bangsa asing seperti Spanyol dan Amerika Serikat. Hal tersebut tentu tidak dapat dipisahkan dari peranan kedua negara dalam latar belakang sejarah dan perekonomian di Filipina. Sebagai salah satu negara kepulauan dan negara yang memiliki sumber daya migas yang cukup besar, Filipina juga membina hubungan yang baik dengan Jepang, Singapura, Tiongkok dan Korea Selatan dalam hubungan perdagangannya.

Hubungan mesra antara Filipina dengan Tiongkok, sumber : https://images.app.goo.gl/q9hXVqCYixnzB4fh8

Secara khusus, Filipina juga memiliki hubungan yang mesra dengan Tiongkok dan Korea Selatan. Hubungan yang mesra ini memunculkan peluang besar bagi Filipina untuk bisa melakukan pertukaran tenaga kerja di masing-masing negara. Adanya program pertukaran tenaga kerja menimbulkan motivasi serta menyusun imajinasi yang impulsif dari wanita-wanita di Filipina untuk memproyeksikan pria-pria dari negara tersebut diatas sebagai sosok yang memiliki perekonomian yang mapan.

Mesranya hubungan antara Filipina dengan Korea Selatan, sumber : https://images.app.goo.gl/Brbjj8PXWFqvZnd98

Hal ini tentu akan sangat cocok dengan kondisi perekonomian kelompok wanita di Filipina, sehingga oleh karena itu, tidak sedikit dari mereka yang kemudian akan menikah dengan pria-pria dari negara tersebut diatas saat mereka bekerja di negara-negara tersebut. Adanya fenomena sedemikian rupa mengakibatkan kecemburuan sosial dan peningkatan rasa untuk melakukan hal yang sama terhadap sebagian besar pekerja atau wanita yang berasal dari Filipina. Sebagai imbas, mereka kemudian mendatangi biro-biro jodoh (marriage broker) untuk mengkonsultasikan pernikahan mereka dengan pria-pria dari negara lain, negara yang dipandang sebagai negara maju.

Contoh transaksi oleh seorang marriage broker di India, sumber : https://images.app.goo.gl/yXSLxHxtui9wEQuVA

Secara hukum, keberadaan biro-biro jodoh (marriage broker) memang tidak diakui oleh Filipina. Namun mereka melangsungkan aksi tersebut secara sembunyi-sembunyi dan terstruktur. Umumnya para marriage broker menargetkan pria-pria yang berasal dari Kanada, Amerika Serikat dan Spanyol. Namun tak sedikit dari mereka yang juga memasukan negara-negara maju di kawasan Asia seperti Tiongkok, Singapura, Jepang dan Korea Selatan ke dalam list karena kedekatan wilayah secara geografis.

Kisah tragis Cathy Bonesa dengan suami koreanya sebagai akibat dari perkawinan pengantin pesanan, sumber : https://images.app.goo.gl/HSvoyqz1sfaKxuA17

Cathy Bonesa adalah satu dari sekian banyaknya wanita filipina yang berakhir tragis karena pernikahan pengantin pesanan. Cathy ditunangkan dengan seorang pria asal Korea Selatan bernama Park. Setalah dua bulan berkenalan melalui biro jodoh, keduanya melangsungkan pernikahan mereka di Filipina pada 2009 lalu. Niatan Cathy untuk pergi ke Korea Selatan bersama suami koreanya akan menjadi keputusan yang ia sesali seumur hidupnya, pasalnya semenjak pindah dan menetap di Korea Selatan, Cathy mengalami sederet perlakuan buruk seperti dipaksa bekerja oleh mertuanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Merasa tidak tahan dengan kenyataan yang ada, Cathy akhirnya mengakhiri hidupnya pada 2012 silam.

--

--