Flight to Nowhere : Cara Pariwisata Brunei Darussalam bertahan di masa Covid-19

Hadonia Lazarus Manurung
6 min readOct 14, 2023

--

Mengenal Brunei Darussalam lebih dekat

Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki absolut berdasarkan hukum Islam dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasehat Kesultanan dan beberapa Menteri.

Peta Brunei Darussalam, sumber : https://images.app.goo.gl/hs3k6G2ymqrskWrC8

Negara Brunei Darussalam berasal dari Kesultanan Brunei. Kesultanan Brunei telah berdiri sejak abad ke-15 M, diturunkan dari satu sultan ke sultan lain sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan. Baginda Sultan dinasehati oleh beberapa majelis dalam sebuah kabinet menteri, walaupun baginda sebenarnya merupakan pengendali pemerintahan tertinggi. Media amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan melestarikan status yang dihormati di dalam negeri.

Wilayah Brunei Darussalam dilihat dari Pulau Kalimantan, sumber : https://images.app.goo.gl/1pxXXh3qCzBu3fRF8

Wilayah Brunei Darussalam terletak di Barat Daya pulau Borneo (Sabah). Luas wilayahnya ±5.765 Km 2 dengan ibu kotanya Bandar Sri Begawan. Brunei merdeka dari jajahan Inggris di bawah negara persemakmuran Inggris tanggal 1 Januari 1984. Brunei didiami oleh beragam etnis yang mayoritas dua pertiganya etnik Melayu muslim (90%), 1/5 etnik Cina dan sisanya etnik India.

Etnis Melayu yang mendiami Brunei Darussalam, sumber : https://images.app.goo.gl/xyEq1Gfi9iRBvQ6w7

Filosofi politik Brunei adalah penerapan yang begitu ketat terhadap Melayu Islam Beraja (MIB) yang terdiri dari 2 dasar, yaitu Islam sebagai Guiding Principle serta Islam sebagai Form of Fortification. Dari dua dasar ini kemudian muncul penanaman nilai-nilai keIslaman kenegaraan (pengekalan) dengan tiga konsep yakni Mengekalkan Negara Melayu, Mengekalkan Negara Islam (hukum Islam yang bermazhab Syafi’i — dari sisi fiqhnya — dan bermazhab Ahl Sunnah wal Jamaah — dari sisi akidahnya) dan Mengekalkan negara beraja.

Kenampakan tambang migas di Brunei Darussalam, sumber : https://images.app.goo.gl/438FB8yMk8m1FmoSA

Dilihat dari status sosial ekonomi masyarakatnya, Brunei merupakan negara kaya berkat sumber daya alamnya seperti minyak bumi dan gas alam. Selanjutnya pembangunan berbagai fasilitas publik terus digalakkan demi memanjakan rakyatnya. Fasilitas umum seperti telepon, air, listrik, angkutan umum, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain semuanya berada dalam tanggungan pemerintah atau gratis.

Penyediaan public space di Bandar Sri Begawan, sumber : https://images.app.goo.gl/mG7u5DUB7TGDayZf8

Tidak ada kewajiban penduduk membayar pajak perorangan, dan yang ada hanya kewajiban membayar pajak bagi perusahaan (minyak). Kebutuhan hidupnya secara ekonomi sebagian besar dipenuhi melalui impor, baik makanan maupun alat-alat elektronik dari negara jiran seperti Singapura, Malaysia, Indonesia, termasuk dari Jepang, Amerika dan Inggris. Sementara ekspor andalan dari Brunei adalah minyak bumi dengan tujuan Amerika, Singapura dan Korea, dengan surplus devisa yang sangat besar.

Hubungan Covid-19 dengan penurunan pendapatan industri pariwisata

Pandemi Covid-19 merupakan fenomena penyebaran penyakit virus corona 2019 di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus corona jenis baru bernama SARS-CoV. Wabah Covid-19 pertama kali terdeteksi di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada Desember 2019 dan dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020.

Ilustrasi pandemi Covid-19 yang mewabah secara global, sumber : https://images.app.goo.gl/TK4xCbMhKFjptNmaA

Data pelaporan dari situs Worldometers, hingga 26 Agustus 2020, menyebutkan jumlah total kasus Covid- 19 di dunia 24.031.320 kasus terkonfirmasi. Dari jumlah tersebut, 16.579.882 pasien telah pulih, dan 822.233 orang meninggal. Sedangkan kasus virus corona di Brunei Darussalam hingga 25 Agustus 2020 tercatat sebanyak 157.859 kasus positif. Total pasien yang sembuh sebanyak 112.867 orang dan yang meninggal sebanyak 6.858 orang.

Ilustrasi virus Covid-19, sumber : https://images.app.goo.gl/VN5zzj5LwTmZjsTe8

Pandemi adalah peristiwa yang berulang, sangat mungkin kita akan melihat wabah lain dalam hidup kita. Jelas bagi siapa pun bahwa pandemi saat ini memiliki dampak yang sangat besar — tetapi mudah-mudahan jangka pendek — pada semua kehidupan kita. Negara-negara telah menutup perbatasan mereka, membatasi pergerakan warganya dan bahkan mengurung warganya di karantina di dalam rumah masing-masing selama berminggu-minggu.

Ilustrasi ketahanan negara yang tidak tahan untuk menangkis wabah Covid-19, sumber : https://images.app.goo.gl/VEgufULLiUVxWytU6

Ini adalah kejadian yang agak unik, karena sebelumya kita terbiasa dengan kebebasan bergerak, tetapi di tengah wabah pandemi, orang-orang dapat terdampak hanya karena berada di luar (Efek Covid). Pembatasan perjalanan internasional, regional dan lokal segera mempengaruhi ekonomi nasional, termasuk sistem pariwisata, yaitu perjalanan internasional, pariwisata domestik, kunjungan harian dan segmen yang beragam seperti transportasi udara, kapal pesiar, transportasi umum, akomodasi, kafe dan restoran, konvensi, festival, pertemuan, atau acara olahraga.

Ilustrasi Stay at Home sebagai salah satu propaganda pandemi Covid-19 yang membawa kerugian terhadap industri perjalanan wisata, sumber : https://images.app.goo.gl/PsSwCYN2kfBwfPk17

Dengan perjalanan udara internasional yang melambat secara cepat sebagai akibat dari krisis dan banyak negara memberlakukan larangan perjalanan, menutup perbatasan atau memperkenalkan periode karantina, pariwisata internasional dan domestik akan menurun drastis dalam periode yang hanya berlangsung selama seminggu.

Flight to Nowhere sebagai salah satu solusi untuk mengakali pemasukan industri penerbangan

Untuk menyiasati sepinya penumpang di tengah pandemi COVID-19, sejumlah maskapai menawarkan tiket “flight to nowhere”. Tiket pesawat ini dijual untuk penerbangan dari satu bandara dan mendarat di bandara yang sama. Brunei Darussalam adalah satu dari banyaknya negara di dunia ini yang menginstruksikan National Carier mereka — Royal Brunei Airlines untuk membuka penerbangan Flight to Nowhere semasa pandemi Covid-19 berlangsung.

Ilustrasi Flight to Nowhere oleh Royal Brunei Airlines, sumber : https://images.app.goo.gl/vYau1V9cKrtCz6jZA

Ide untuk membuka jadwal penerbangan Flight to Nowhere digaungkan oleh plat penerbangan merah asal Brunei Darussalam tersebut lantaran adanya data yang dideskripsikan secara faktual mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap pemasukan industri penerbangan yang melayani industri pariwisata. Hal ini tentu sejalan dengan data yang disampaikan oleh Association of Asia Pacific Airlines. Berdasarkan data Association of Asia Pacific Airlines, pembatasan ketat yang diberlakukan selama beberapa bulan guna mencegah penyebaran virus corona telah menyebabkan penurunan jumlah penerbangan sebanyak 97,5%.

Salah satu rute Flight to Nowhere Royal Brunei Airlines, sumber : https://images.app.goo.gl/vYau1V9cKrtCz6jZA

Rute penerbangan “flight to nowhere” ini akan lepas landas dari Bandar Sri Begawan dan akan mengitari kota-kota besar di Brunei lainnya serta beragam destinasi wisata andalan Brunei sebelum mendarat kembali di Bandar Sri Begawan. Harga tiket yang ditawarkan bervariasi antara A$ 787 hingga A$ 3.787 atau setara dengan Rp 8,5 juta hingga Rp 41,2 juta, tergantung kelas yang dipilih.

Dampak Flight to Nowhere terhadap Lingkungan

Walaupun konsep Flight to Nowhere terbilang unik dan cocok untuk Brunei Darussalam pakai sebagai salah satu negara dengan luas wilayah yang kecil di kawasan Asia Tenggara yang berarti akan sangat membantu mendorong naiknya pendapatan dari industri penerbangan secara signifikan. Namun, tetap saja tidak bisa dinafikkan bahwa Flight to Nowhere bukanlah merupakan sebuah konsep yang sempurna.

Ilustrasi Karbon yang diproduksi oleh penerbangan Flight to Nowhere, sumber : https://images.app.goo.gl/71ra6yLGZoM16Nap6

Dilihat dari letak geografisnya yang berdekatan secara darat dengan Malaysia dan Indonesia, Brunei Darussalam tetap harus mempertimbangkan aspek-aspek lain yang mungkin saja timbul dari implementasi Flight to Nowhere. Diketahui bersama kalau konsep penerbangan seperti itu akan menyumbang lebih banyak emisi karbon untuk alasan yang tidak esensial, sebab masing-masing pesawat udara hanya akan mengitari langit Brunei dalam waktu yang cukup lama.

--

--