Rentetan Klaim Sepihak Malaysia terhadap Kebudayaan asal Indonesia
Malaysia, Melayu dan Indonesia
Malaysia adalah negara multi-budaya yang hidup saling berdampingan
ditengah berbagai macam perbedaan etnik. Tiga etnik yang utama di Malaysia adalah Melayu, Cina dan India. Melayu merupakan etnik terbesar dengan membentuk 54% dari penduduk Malaysia. Melayu adalah salah satu etnik yang beragama Islam, berbahasa Melayu dan mengamalkan budaya-budaya Melayu. Etnik Melayu memiliki pengaruh yang penting dalam arena politik di Malaysia.
Cina mewakili 25% dari populasi Malaysia dan tinggal di kota kota besar di pantai barat semenanjung. Kebanyakan orang Cina beragama Buddha, Tao atau Kristen, berbicara Mandarin, Hokkien, Hakka, Kanton atau Teochew dan dominan di bidang ekonomi.
Besarnya entitas Melayu di Malaysia tidak dapat dipisahkan dari rentetan sejarah yang mengawalinya. Sejarah negeri Malaysia bermula pada zaman Kesultanan Melayu Melaka sekitar 1400 Masehi atau abad ke 15. Pada zaman kegemilangannya, wilayah kesultanan ini meliputi sebagian besar Semenanjung dan Pantai Timur Sumatra.
Dimuat dari Medcom.id, Kesultanan Melayu Melaka merupakan warisan Kerajaan Sriwijaya (683–1025 Masehi). Keberadaan situs Candi Muara Takus di Kampar, disebut sebagai salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang sebagian wilayahnya ada di Provinsi Riau. Sriwijaya merupakan Kerajaan Melayu Kuno yang menganut agama Hindu dan Buddha. Pada masa jayanya, Kerajaan Sriwijaya berpusat di Muara Takus, kemudian berpindah ke Palembang (Sumatera Selatan).
Bahasa Melayu Kuno dan Sanskerta digunakan dalam lingkungan kerajaan. Wilayahnya terbentang luas mulai dari Sumatra hingga Jawa Barat, sedikit di Jawa Tengah, Semenanjung Malaya, Thailand, dan Kamboja. Namun pada abad ke 10, dominasi kejayaan Sriwijaya mulai meredup di Nusantara. Hal ini terjadi karena Sriwijaya mendapat serangan yang hebat dari Dinasti Chola yang berpusat di Koromandel, India yang dipimpin oleh Rajendra Chola. Kejatuhan Sriwijaya meninggalkan warisan mandala-mandala yang ingin berdaulat.
Kemaharajaan Melayu mulai berdiri bermula dari Kerajaan Bintan-Tumasik pada abad ke 12 yang didirikan oleh keturunan Dinasti Syailendra dari Sriwijaya. Kemudian setelah diserang oleh Kerajaan Majapahit, Kerajaan Tumasik dengan raja terakhir, Prameswara mendirikan Kesultanan Melaka pada abad ke 14 hingga 15. Kesultanan ini berkuasa cukup lama yang akhirnya tumbang di tangan Portugis.
Setelahnya, ada Kesultanan Johor-Kampar yang berkuasa sejak abad ke 16 sampai 17 Masehi dan berakhir pada masa Kesultanan Riau-Lingga abad ke 18–19 Masehi. Dari Kesultanan Lingga inilah awal mula Provinsi hadirnya Provinsi Kepulauan Riau.
Sebagaimana dikabarkan melalui Kompas, bahwa sebelum dikuasai oleh Kesultanan Johor, wilayah Kepulauan Riau sudah ditempati oleh penduduk lokal. Pada lokasi yang berdekatan pun ditemukan sejumlah prasasti yang dapat digunakan untuk memvalidasi informasi tersebut, meliputi Prasasti Pasir Panjang yang memperlihatkan teks tentang semboyan pemujaan melalui tapak kaki Buddha. Menurut penjelasan dalam situs Provinsi Kepulauan Riau, ajaran Buddha saat itu masuk ke wilayah ini dibawa oleh para pedagang dari Tiongkok dan India. Mereka kemudian melakukan kontak dengan Kesultanan Melayu di Pulau Sumatra.
Tersiar kabar bahwa penjelajah Portugis kemudian datang dan menaklukkan kota pelabuhan Melaka pada 1511. Kemudian setelah runtuhnya Kerajaan Melaka, kekuasaan mereka dilanjutkan oleh Kesultanan Johor. Hingga pada tahun 1811, Sultan Mahmud Syah III wafat hingga menimbulkan perselisihan.
Akhirnya pihak Britania Raya dan Hindia Belanda turut campur dalam menentukan pewaris Kesultanan Johor Riau. Pihak Britania Raya mendukung putra tertua dari Sultan Mahmud Syah III yaitu Tengku Hussain. Berbanding terbaliok, Hindia Belanda mendukung adik tiri dari Tengku Hussain, yaitu Abdul Rahman, sehingga penyelesaian pewarisan kesultanan ini harus ditentukan oleh Traktat London yang diadakan pada tahun 1824.
Keputusan dari Traktat London adalah membagi Kesultanan Johor Riau menjadi dua Kesultanan, yaitu Kesultanan Johor dan Kesultanan Lingga. Kesultanan Johor berada dalam pengaruh Britania Raya, sedangkan Kesultanan Lingga berada dalam pengaruh Hindia Belanda. Wilayah Kesultanan Lingga ini mencangkup Provinsi Kepulauan Riau. Pusat pemerintahan Kesultanan Lingga awalnya berada di Tanjung Pinang, tetapi kemudian dipindahkan ke Pulau Lingga. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Muzafar Syah, Kerajaan Lingga menetapkan Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi. Bahasa ini kemudian ditetapkan sebagai bahasa persatuan pada Kongres Pemuda Indonesia pada tahun 1928.
Kesultanan Lingga berakhir pada tanggal 3 Februari 1911 dan menjadi wilayah kekuasaan Hindia Belanda. Saat itu pemerintah Belanda memberlakukan mata uang khusus bagi wilayah Riau. Pemerintah kolonial Belanda sempat menyebut wilayah Riau dengan nama Riouw. Makna dari Riau adalah riuh atau wilayah yang ramai. Hal ini dikarenakan daerah Kepulauan Riau dahulunya merupakan pusat perdagangan dan keramaian.
Setelah proklamasi kemerdekaan, wilayah Kepulauan Riau saat ini disatukan dengan wilayah Kesultanan Siak di daratan Sumatra. Dahulu hal ini dilakukan karena gerakan Ganyang Malaysia untuk mempermudah hubungan dari kepulauan ke daratan Sumatra. Namun seiring berjalannya waktu, nama Riau digunakan oleh wilayah Kesultanan Siak di daratan Sumatra, sementara Kepulauan Riau memekarkan diri. Kata kepulauan ditambahkan di depan kata Riau karena daerah tersebut berbentuk kepulauan.
Jadi, dapat dikatakan Malaysia dan sejarah berdirinya memiliki keterkaitan dengan Kerajaan bercorak Melayu yang ada di Provinsi Riau, Kepulauan Riau dan Sumatera Selatan.
Seiring berkembangnya zaman dan adanya globalisasi yang melanda
Negara-Negara di dunia khususnya Malaysia, membuat masyarakat Malaysia dianggap kurang memperhatikan kelestarian budayanya sehingga akan menjadi terabaikan. Hal ini akan menjadi sebuah permasalahan manakala Pemerintah Malaysia mulai kehilangan identitas sejarah mereka dan pastinya akan memikirkan beragam cara untuk menarik produk-produk kebudayaan yang dianggap sejenis untuk menjadi ciri khas dari budaya Malaysia. Beragamnya budaya yang dimiliki oleh Malaysia menyebabkan bangsa ini mengalami beberapa permasalahan dengan negara tetangga yang menyangkut pengklaiman budaya, contohnya dengan negara tetangganya, Indonesia.
Klaim sepihak Malaysia terhadap produk kebudayaan Indonesia
Malaysia sudah beberapa kali ketahuan mengklaim sejumlah kekayaan Indonesia sebagai kebudayaannya, seperti Batik, Tari Pendet, Reog Ponorogo, Wayang dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat terjadi karena kini, Malaysia tengah dilanda krisis identitas dikarenakan tidak adanya lagi kemampuan untuk memahami perbedaan yang signifikan antara budaya Indonesia dengan budaya Malaysia sebagai akibat dari maraknya globalisasi yang terkendali di kalangan anak-anak muda Malaysia yang berujung pada pengabaian sejumlah budaya-budaya asli Malaysia.
Malaysia yang secara historis merupakan negara serumpun melayu dengan Indonesia. Sebagai saudara serumpun keduanya memiliki banyak perbedaan budaya yang tipis. Maka dari itu, untuk menghindari konflik-konflik yang akan terjadi dimasa yang akan datang, Malaysia seharusnya membutuhkan sebuah identitas yang dapat merepresentasikan budaya dan bangsanya sendiri. Sebagai tindak lanjut, Malaysia sebenarnya pernah menetapkan dua kota mereka sebagai representasi budaya modern dan tradisional yang dinilai akan hidup berdampingan. Kedua kota tersebut ialah Kota Melaka yang merupakan identitas Malaysia sebagai negara muslim dan Kota George Town sebagai identitas negara persemakmuran Malaysia.
Namun, walaupun Kota Melaka dan George Town telah didapuk menjadi dua wilayah yang merepresentasikan kebudayaan modern dan tradisional Malaysia, tetap saja Malaysia masih melakukan klaim sepihak terhadap beberapa produk-produk kebudayaan milik tetangganya, Indonesia. Untuk mengetahui apa saja produk-produk kebudayaan yang pernah di klaim oleh Malaysia, berikut ulasannya:
- Pencak silat
Untuk pertama kalinya, Malaysia mengklaim pencak silat sebagai kebudayaan miliknya pada 2018. Pada 2018 lalu, untuk pertama kalinya pencak silat dipertandingkan dalam pesta olah raga Asian Games 2018. Tim pencak silat Indonesia pun berhasil memborong 14 medali emas dan 1 medali perunggu.
Usai Asian Games 2018, tak disangka beredar kabar Malaysia mengklaim pencak silat sebagai kebudayaan miliknya. Seperti diketahui, Indonesia sudah memiliki bukti sejarah bahwa pencak silat merupakan kebudayaan yang berasal dari Tanah Air. Hal lain yang menguatkan pengakuan tersebut ialah pengakuan valid oleh UNESCO pada 2017 silam yang menyebutkan dalam sidangnya, bahwa pencak silat merupakan warisan tak benda yang berasal dari Indonesia.
UNESCO secara resmi menetapkan pencak silat dari Indonesia sebagai warisan budaya tak benda. Penetapan tersebut dilakukan saat sidang ke-14 Intergovernmental Commitee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Bogota, Kolombia, Sidang tersebut sepakat menetapkan bahwa pencak silat masuk ke dalam UNESCO Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Uniknya lagi, ternyata diketahui bahwa UNESCO juga telah mengakui Silat milik Malaysia sebagai sebuah warisan tak benda milik negeri jiran tersebut. Untuk dapat membedakan keduanya, ingat saja bahwa Silat berasal dari Malaysia sedangkan Tradisi Pencak Silat berasal dari Indonesia.
UNESCO menyebut Silat berakar dari Semenanjung Malaysia dan dapat dilacak hingga awal zaman Kerajaan Langkasuka yang berdiri pada abad ke-2 Masehi. Mirip seperti penjelasan di laman Tradisi Pencak Silat, UNESCO juga menyebut Silat Melayu ini mencakup pelatihan spiritual dan melibatkan adat dan musik. Dulunya, UNESCO menyebut Silat Melayu diperuntukan bagi pendekar sebagai penegak keadian. Zaman sekarang, praktik ini sudah masuk ke ranah seni, olahraga, hingga kesehatan.
2. Wayang Kulit
Klaim ini bermula dari postingan Instagram Adidas, produsen sepatu asal Singapura yang menyebut Wayang Kulit sebagai bagian dari budaya Malaysia. Postingan tersebut sontak ramai diributkan oleh netizen, khususnya masyarakat Indonesia yang mempertanyakan mengapa Wayang kulit milik Indonesia diklaim oleh negara tetangga tersebut.
UNESCO menetapkan Wayang Kulit sebagai Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of Humanity atau Karya Agung Budaya Dunia dari Indonesia. Menurut UNESCO, Wayang adalah warisan budaya yang bernilai tinggi, karena merupakan sebuah seni kriya, dan penggabungan dari sastra, seni musik, sampai seni rupa.
Melansir Indonesia.go.id, kata Wayang berasal dari bahasa Sansekerta ‘Ma Hyang’ yang berarti menuju kepada roh spiritual, para dewa, atau sang kuasa. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa istilah Wayang berasal dari teknik pertunjukan yang mengandalkan bayangan pada layar.
Usut punya usut, ternyata Malaysia sendiri memiliki sebuah kebudayaan yang disebut sebagai Wayang Kulit berkat perkembangan pesat budaya Wayang di Indonesia yang mengarah hingga ke Malaysia. Sebagaimana dilansir melalui Jendela Kemendikbud, bahwa budaya yang dikenal di Indonesia sejak 1500 SM itu menyebar hingga ke Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar dan Filipina.
Akademisi Bahasa dan Sastra Jawa, Bapak Rudy Wiratama mengatakan Malaysia memiliki tiga jenis Wayang, yakni Wayang Jawa dan Wayang Purwa dari Jawa serta Wayang Siam yang berasal dari Thailand. Wayang yang berkembang di Malaysia awalnya dibawa orang Jawa sekitar abad ke-19.
Statement diatas diperkuat dengan penelitian yang dilakukan George Quinn pakar sastra dan budaya Jawa dari Australian National University yang mengatakan bahwa gelombang migrasi orang Jawa ke Malaysia pada abad ke-19 dan ke-20 mengakibatkan tersebarnya beberapa budaya fisik masyarakat Jawa ke Semenanjung Malaysia. Dalam risalahnya, ia memperjelas beberapa hal yang menjadi alasan orang Jawa tiba di Malaysia, mulai dari merantau hingga dibawa Belanda sebagai pekerja di sana. Oleh karenanya, berangkat dari hal tersebut, Wayang bahkan penutur bahasa Jawa akan sangat mudah ditemukan di Malaysia.
3. Lagu Rasa Sayange
Rasa Sayange pertama kali menuai kontroversi usai Malaysia menggunakan lagu tersebut untuk mempromosikan pariwisata bertajuk Truly Asia pada 2007 silam. Menteri Pariwisata Malaysia saat itu, Adnan Tengku Mansor, mengatakan Rasa Sayange merupakan lagu Kepulauan Nusantara. Klaim tersebut kemudian menjadi topik panas di media sosial, pasalnya sejumlah warganet Indonesia menyebut Malaysia mencuri warisan negara Indonesia. Warga Indonesia meyakini bahwa Rasa Sayange merupakan lagu asal Maluku, salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Klaim tersebut sebenarnya terjadi karena kurangnya tindakan pemerintah Indonesia dalam memberikan hak cipta atau mematenkan warisan bangsa.
4. Tari Pendet
Tari Pendet diklaim pemerintah Malaysia pada 2009 lalu. Mereka menjadikan tari asal Bali tersebut sebagai salah satu objek wisata budaya mereka. Sama seperti klaim atas lagu “Rasa Sayange”, klaim atas Tari Pendet dilakukan oleh Malaysia sebab tidak adanya sikap tegas dari Pemerintah Indonesia yang kemudian dapat mendaftarkan Tari Pendet sebagai salah satu warisan budaya milik Indonesia.
5. Rendang
Melansir dari laman Culture Trip, menyebutkan bahwa kontroversi asal-usul rendang muncul sejak pertengahan 2010-an ketika negara-negara Asia Tenggara meliputi, Indonesia, Malaysia dan Singapura, mencoba mengklaim beberapa hidangan khas budaya tertentu sebagai bagian dari kampanye warisan nasional masing-masing. Makanan yang dimaksud adalah kepiting cabai Singapura, nasi ayam Hainan, lumpia Semarang, sate, dan rendang.
Menurut laporan dari BBC, Rendang berasal dari masyarakat etnis Minangkabau di Sumatera Barat, Indonesia yang memasaknya dengan kerbau, hewan penting dalam budaya Minang. Kerbau dipilih karena daging kerbau itu keras, berotot dan sangat cocok dengan waktu memasak yang lama untuk rendang. Hal ini juga sejalan dengan kata rendang sendiri yang berasal dari kata ‘merendang’ yang artinya lambat memasak karena secara tradisional, hidangan ini dimasak antara tiga hingga tujuh jam dengan api kecil di atas bara kayu.
Malaysia sebenarnya memiliki makanan yang sejenis dengan rendang yang oleh masyarakat sekitar dikenal dengan sebutan Rendang Kalio atau Rendang Tok. Kalio adalah fase sebelum menjadi rendang, memasak daging dalam bumbu dan santan sebelum cairannya menguap, jadi konsistensinya masih lebih basah. Terkadang kalio juga dipersamakan dengan Kari india, hanya saja berbeda dari pemilihan daging serta teknik memasak. Adapun gaya kalio atau ‘setengah rendang’ ini adalah versi paling umum di Malaysia untuk mendefenisikan Rendang.
Namun, versi Rendang Kalio di Malaysia adalah rendang hitam, berpasir dalam kuah karamel yang disebut dedak rendang dalam pelafalan masyarakat Minangkabau sedangkan pada pelafalan masyarakat Malaysia disebut sebagai Rendang Tok.
Tok sendiri merupakan kependekan dari datuk yang diterjemahkan sebagai ‘kerajaan’ dan diyakini berasal dari juru masak kerajaan negara bagian Perak, Malaysia, yang menambahkan bahan-bahan seperti gula aren dan kelapa parut segar yang digoreng kering, yang akan terlalu mahal untuk orang biasa.
6. Tari Piring
Selain mengklaim Tari Pendet sebagai bagian dari produk kebudayaannya, Malaysia juga ternyata pernah mengklaim Tari Piring sebagai bagian dari kebudayaan mereka. Tarian tradisional yang berasal dari tanah Minangkabau ini berkembang dengan pesat pada zaman pemerintahan Kerajaan Sriwijaya, yang membuatnya sangat dikenal di seluruh wilayah Sumatra Barat. Namun setelah kerajaan tersebut takluk oleh Kerajaan Majapahit pada abad ke-16 maka beberapa penari pun ikut pindah ke melayu sebagai pengungsi dari Sriwijaya.
Sejarah mencatat, bahwa para penari yang merantau tersebut tiba di Malaysia serta Brunei Darusalam yang memiliki latar budaya berbeda dengan budaya di minang, karena itulah tarian piring yang berada di daerah tersebut kemudian berubah karena mereka harus mengikuti adat dari melayu sehingga terjadi sejarah asal usul tari piring di daerah melayu.
7. Tari Tor-tor dan Alat Musik Gordang Sembilan
Menteri Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia, Datuk Seri Dr. Rais Yatim memberikan pernyataan yang cukup kontroversial pada tahun 2012 silam, pasalnya beliau menyebutkan bahwa tarian Tor-tor dan Paluan Gordang Sembilan milik Masyarakat Mandailing akan didaftarkan sebagai satu cabang warisan negara. Pendaftaran akan mengikuti section 67 Akta Warisan Kebangsaan tahun 2005. Pernyataan itu dilontarkan setelah peresmian Perhimpunan Anak-Anak Mandailing di Malaysia.
Usut punya usut, ternyata terjadi kesalahpahaman terhadap pernyataan diatas. Dalam klarifikasi resminya, Pemerintah Malaysia meluruskan permasalahan klaim tarian Tor-tor. Malaysia menganggap tidak mengklaim kebudayaan milik Indonesia tetapi lebih untuk mefasilitasi pengembangan tarian tersebut di Malaysia.
Malaysia melanjutkan bahwa Masyarakat Mandailing di Malaysia disegerakan untuk mendaftarkan tarian Tor-tor kepada pemerintah Malaysia agar diberikan anggaran dan fasilitas untuk pengembangan kebudayaan tersebut di Malaysia. Pemerintah Malaysia bukan bermaksud mengklaim kebudayan dari Indonesia yang satu ini. Hal itu sama seperti Barongsai yang merupakan kebudayaan China yang telah didaftarkan ke pemerintah Malaysia untuk mendapatkan fasilitas untuk pengembangan kebudayaan tersebut.
8. Angklung
Pada 2010 silam, Malaysia sempat mengklaim angklung sebagai bagian dari produk kebudayaan Malaysia. Angklung diklaim sepihak oleh Malaysia dengan sebutan Bamboo Malay. Namun, klaim Malaysia atas angklung tidak memanas seperti klaim-klaim beberapa kebudayaan sebelumnya. Permasalahan ini berakhir dengan damai dan berujung pada pengukuhan angklung sebagai alat musik bambu Indonesia sebagai salah satu warisan budaya UNESCO dari Indonesia pada November 2010.
9. Batik
Klaim sepihak Batik oleh Malaysia pertama kali muncul pada tahun 2021 silam melalui ungkapan yang dituturkan oleh Miss World Malaysia 2021, Lavanya Sivaji. Dalam keterangan foto yang diunggahnya, Lavanya menuliskan ungkapan rasa terimakasihnya atas pakaian yang indah yang dikenakannya dalam malam final. Selain itu, seperti diberitakan Kompas.com, dia juga mengungkapkan rasa bangga mewakili negaranya dan bersyukur karena diajarkan untuk menghargai keragaman budaya.
Seorang antropolog dan pemerhati batik Indonesia, Bapak Notty J Mahdi, menjabarkan bahwa sejarah batik adalah hasil percampuran berbagai budaya asing yang datang ke Indonesia dengan budaya asli Indonesia. Dalam kesempatan yang berbeda, Notty mengatakan “Kalau Miss World Malaysia 2021 mengatakan batik juga ditemukan di luar Indonesia, itu memang betul”.
Hal tersebut dikarenakan di China juga ditemukan kain-kain batik dengan motif sederhana yang dikerjakan dengan kuas khusus dengan alat kerok sebagai alat-alat yang ada dalam kuburan salah satu dinasti di China. Bahkan, India dan Srilanka juga masih memproduksi batik-batik dengan teknik cap. Namun, inilah yang membedakan batik Indonesia dengan batik-batik dari negara lain, sebab, kata Notty, batik di Indonesia menggunakan malam sebagai perintang warna dan menggunakan alat canting untuk membatiknya.
Perlu diketahui bahwa Batik telah dinobatkan sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia yang ditetapkan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO. Pengakuan internasional akan batik telah menjadikan batik Indonesia sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non-bendawi atau Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. Alasan mengapa batik adalah budaya asli Indonesia, karena proses membatik menggunakan malam dan canting.
Jika diperhatikan secara detail, sebenarnya Malaysia juga memiliki Batik. Sama seperti permasalahan terhadap Pencak Silat, meskipun UNESCO telah menetapkan batik sebagai warisan budaya Indonesia, Malaysia juga tetap mengklaim batik sebagai warisan leluhur mereka.
Kalau diperhatikan secara detail, Ada perbedaan antara batik Indonesia dan juga batik Malaysia. Perbedaan paling mendasar antara batik Malaysia dan Indonesia dapat dilihat dari sejarahnya. Jika melihat dari beberapa referensi, batik Malaysia merupakan karya seni. Asal usul batik Malaysia sendiri dikatakan sebagai karya seni yang berasal dari wilayah pesisir timur Malaysia.
Sejarah batik Malaysia menyebutkan bahwa batik Malaysia adalah seni tekstil dari wilayah Kelantan, Pahang dan juga Terengganu. Perbedaan lainnya antara batik Malaysia dan juga batik Indonesia terletak pada teknik pembuatan batiknya. Jika di Indonesia kita mengenal dua teknik pembuatan batik yaitu menggunakan cap dan juga tulis. Pada batik tulis, pengrajin atau seniman batik akan membuat pola dan corak batik menggunakan canting dan juga lilin. Lain halnya dengan batik Malaysia, teknik pembuatan batik menggunakan cap dan tulis tidak dikenal. Batik Malaysia dibuat dengan cara melukis pada sebuah kain. Jika di negara kita, kita mengenal teknik ini dengan istilah mencolet dimana corak dibuat dengan menggunakan kuas pada sebuah kain.
Motif batik Malaysia dan Indonesia ternyata juga memiliki motif serta corak yang cukup berbeda. Batik Indonesia memiliki ratusan motif. Banyaknya wilayah di Indonesia sangat mempengaruhi hasil corak batik. Mulai dari Sabang hingga ke Merauke, oleh karenanya, kita akan dengan mudah menjumpai batik dengan beragam motif serta corak yang mewakili masing-masing daerah di Indonesia.
Batik Indonesia juga dibuat dengan penuh arti. Setiap motif memiliki filosofi tersendiri yang amat mendalam. Bagi orang awam, mungkin akan sulit untuk membedakan corak batik Malaysia dengan corak batik Indonesia. Namun jika dicermati, maka keduanya memiliki perbedaan yang sangat mencolok.
Hal lain yang juga dapat membedakan Batik Indonesia dengan Batik Malaysia ialah pada gambar yang digunakan dalam Batik. Batik Indonesia memiliki beragam gambar dengan filosofi berbeda. Dari pulau Rote hingga Minangas, kita dapat menjumpai motif beragam. Sedangkan gambar batik Malaysia lebih condong ke corak tumbuhan dan juga bunga.
Gambar bunga batik Malaysia ini juga memiliki corak warna yang berbeda dengan batik Indonesia. Batik Indonesia cenderung menggunakan warna emas, hitam dan juga cokelat. Sedangkan pada batik Malaysia, warna yang digunakan sangat kontras. Kebanyakan warna yang digunakan adalah warna merah muda, ungu dan juga hijau atau cenderung menggunakan warna yang cerah.
10. Lumpia Semarang
Klaim sepihak terhadap Lumpia Semarang oleh Malaysia diserukan pada tahun 2015, sebagaimana disampaikan oleh Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Bapak Kacung Marijan yang mengungkapkan bahwa Lumpia Semarang sempat diakui menjadi milik Malaysia. Padahal Lumpia Semarang jelas-jelas milik bangsa Indonesia.
Sama-sama kita ketahui bahwa Semarang yang menjadi penghasil lumpia khas tersebut merupakan salah satu kota di Indonesia. “Lumpia Semarang sudah ditetapkan menjadi hak milik Indonesia sejak tahun 2014. Begitu pula Soto Lamongan dan Rendang sudah ditetapkan menjadi milik Indonesia.
11. Beras Adan
Beras Adan adalah jenis beras yang ditanam warga Suku ayak Lundayeh di Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Beras tersebut adalah beras organik yang ditanam secara tradisional secara turun menurun dari para leluhur Dayak Lundayeh. Teksturnya pulen dan rasanya legit. Tak heran beras ini menjadi favorit Sultan Brunei.
Beras adan Krayan tergolong beras organik berkualitas. Dalam proses tanam hingga panen, beras ini tak tersentuh bahan kimia sedikitpun. Terdapat tiga jenis beras adan krayan yang diunggulkan yaitu putih, merah, dan hitam. Dilansir dari beberapa sumber, adapun hal yang membuat beras adan Krayan terasa istimewa adalah varietas padi penghasil beras adan hanya bisa tumbuh di tanah Krayan.
Klaim sepihak atas Malaysia ini muncul karena adanya praktik masyarakat perbatasan yang memperjual-belikan beras adan masuk ke Malaysia, sehingga secara perlahan, Malaysia mengklaim paten dari beras adan. Tak berapa lama setelah niatan tersebut mencuat ke permukaan, Pemerintah Republik Indonesia akhirnya memberikan hak paten beras Adan Krayan yang hanya tumbuh di wilayah Krayan, Nunukan, Kalimantan Timur.
12. Kuda Lumping
Kuda lumping mendadak menjadi perhatian ketika Miss Grand International Malaysia mengenakan national costume beratribut anyaman bambu berbentuk kuda yang ramah di mata masyarakat Indonesia pada 2017 silam. Keberadaan kuda lumping yang dibawa Malaysia itu lantas menimbulkan kehebohan di Indonesia, terutama bagi masyarakat Jawa, yang mewarisi kebudayaan tersebut.
Diketahui bersama bahwa, Tari dengan kuda tiruan ini berasal dari cerita legenda Raja Ponorogo yang selalu memakai pasukan berkuda untuk mendapat kemenangan dalam perang. Berangkat dari kisah itu, tarian kuda lumping tampil menggambarkan semangat heroisme dari pasukan berkuda. Semangat ini digambarkan oleh penari dengan gerakan ritmis, dinamis dan agresif. Beragam gerakan tersebut tercermin lewat kibasan badan maupun ekor ‘kuda’ yang seolah sedang berlaga dalam peperangan. ‘Kuda’ yang digunakan para pemain itu berasal dari anyaman bambu atau kulit kerbau atau pun sapi.
Dimulai dari mantra sebelum menari, para penari kuda lumping menampilkan gerakan dengan ritme yang teratur mengisahkan sebuah cerita. Namun kian lama tempo semakin meningkat dan gerakan jadi tak karuan. Bahkan, para penari mulai kerasukan kekuatan magis dengan melakukan hal ekstrem seperti mengunyah kaca, menyayat bagian tubuh dengan golok, membakar diri hingga berjalan di atas kaca.
Adegan itu menjadi klimaks dari pertunjukan kuda lumping. Para penari akan berhenti setelah diberi mantra oleh pawang. Penggunaan kekuatan magis itu disebut sebagai bentuk kekuatan supranatural yang digunakan masyarakat Jawa untuk melawan pasukan Belanda saat masa penjajahan dahulu.
Masyarakat Jawa mengenang peperangan itu dalam bentuk seni pertunjukan tari yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kini, tarian itu dipertontonkan di berbagai kegiatan kesenian, tradisi atau upacara adat Jawa. Kesenian ini tersebar hampir di seluruh daratan Jawa, mulai dari Banten hingga Jawa Timur.
Hampir setiap kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur punya seni kuda lumping dengan kekhasan masing-masing. Pemerintah bahkan sudah mendata setidaknya ada 19 seni tradisi kuda lumping. Tiga di antaranya, Jaran Kecak dari Lumajang, Jaran Bodhag dari Probolinggo dan Jathilan dari Yogyakarta yang sudah diakui sebagai warisan budaya takbenda dari Indonesia.
Malaysia pun mengakui bahwa tradisi kuda warisan yang dikenakan Miss Grand Internasional 2017 merupakan budaya yang dibawa oleh masyarakat Jawa yang bermigrasi ke Johor, Malaysia.
13. Reog Ponorogo
Klaim Malaysia atas Reog Ponorogo beredar sejak 2007 silam dan mencuat kembali pada 2022 silam, yang terbaru pada April lalu. Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Bapak Muhadjir Efendi menyebut bahwa Malaysia akan mendaftarkan kesenian Reog Ponorogo sebagai Barongan.
Menyoal mengapa Reog Ponorogo bisa diklaim sepihak oleh Malaysia, beberapa ahli menyebutkan bahwa hal itu tak terlepas dari banyaknya tenaga kerja asal Ponorogo yang merantau ke Malaysia dan negara-negara lain. Ketika datang ke negara lain, orang Ponorogo yang mahir bermain reog juga akan membentuk komunitas di sana. TKI-TKI di Malaysia akan mendirikan grup kesenian yang sekaligus dikukuhkannya kelompok pawargo (Paguyuban warga Ponorogo) yang kadang-kadang membuat salah paham sejumlah pemerintahan negara penerima TKI.
Pengamat budaya asal Ponorogo, Arik Dwijayanto menjelaskan bahwa dulunya warga Ponorogo bermigrasi ke Malaysia di tahun 1901. Tahun 1901 silam, warga Ponorogo bermigrasi ke Batu Pahat, Johor, Malaysia. Total ada 15 ribu jiwa yang pindah ke negeri Jiran. Perpindahan mereka pun sambil membawa kesenian Reog Ponorogo. Arik yang juga menulis tesis berjudul ‘Sejarah Penghijrahan Kesenian Reog Ponorogo di Batu Pahat Johor’, menyebut waktu itu Reog dikenalkan oleh Saikun Kenthus.
Arik melanjutkan bahwa ada sebuah disertasi terbitan Universitas Malaya pada 1825 yang mencatat bahwa gelombang pertama perpindahan orang Ponorogo ke Malayasia berjumlah 25 jiwa. Mereka menyeberang lewat Singapura. Lalu, jumlah perpindahan ini semakin membesar hingga menjelang abad 19. Tepatnya tahun 1890 dengan jumlah sekitar 15 ribu jiwa, termasuk warga Ponorogo yang menetap di kawasan Batu Pahat, Johor.
Menurut dia, masih ada sejumlah grup atau komunitas reog yang masih aktif di sebagian wilayah Batu Pahat. Bahkan, ada 3 grup reog dari sana yang pernah mengisi acara pada tahun 2012 lalu. Menurut dia, pentas seni Reog di Malaysia memiliki sedikit perbedaan dengan pentas Reog Ponorogo, seperti berat dadak merak di Malaysia yang hanya berkisar antara 15–20 kilogram sedangkan di Ponorogo mencapai 60 kilogram.
Selain itu, Reog di Malaysia itu hanya ada jathilan, pembarong dan dadak merak. Berbeda dengan yang ada di Malaysia, Reog yang ada di Ponorogo terlihat lebih komplit, ada jathil, warok, pembarong dan seterusnya.